Monday, August 27, 2007

Memimpin Berarti Mendengar dan Percaya

Sekitar 3 bulan yang lalu, saya sempat akan menutup sementara salah satu kios saya & memberhentikan karyawan yang bertugas di kios tersebut. Apa sebab? Karena pendapatan yang diperoleh tidak bisa menutupi cost operational. Penurunan pendapatan ini terjadi selama 2 bulan berturut-turut (selama bulan April & Mei 2007).

Setelah mengambil keputusan itu, 2 hari saya pusing dibuatnya. Apapun yang saya lakukan jadi serba salah. Seolah ada suara dalam hati ini yang mempertanyakan, benarkah keputusan yang saya ambil ini? Mengapa saya begitu cepat mengambil keputusan ini? Memang saya tidak menutup kios itu selamanya, tapi hanya sementara untuk mengevaluasi apa kekurangannya & menonaktifkan karyawan yang bertugas saat itu. Tapi, hati ini mengatakan bahwa karyawan itu bagus, jangan dilepas.

Akhirnya, saya mencoba untuk mengikuti suara hati ini. Saya kembali memanggil karyawan tersebut untuk ngobrol & membicarakan kelangsungan usaha kios ini. Ya...saya mengundang "mantan" karyawan saya ini dalam status sebagai seorang mitra usaha sekaligus teman. Dalam hal ini saya hanya ingin mendengarkan semua keluhan-keluhannya juga kritikan-kritikannya. Saya berjanji dalam hati untuk tidak mengkomentari ataupun mendebatnya. Just keep listening.

Benar saja, meski agak takut & ragu, akhirnya keluar juga semua kritikannya. Sesuatu yang diluar dugaan saya. Bukan masalah penghasilan yang ia terima, tetapi lebih kepada produk. Lalu setelah ia menceritakan semua, saya lalu bertanya, mengapa selama ini ia tidak pernah bilang ke saya. Jawabnya, "Saya nggak enak sama Ibu". Gubrakkkk....Kesenjangan komunikasi yang akhirnya harus dibayar dengan penurunan pendapatan :)

Ya, inilah seni dalam memimpin yang sampai saat ini harus terus saya pelajari. Tidak mudah menjadi seorang pemimpin. Seorang pemimpin bukan seseorang yang hanya memberikan perintah, tapi seseorang yang bisa mendengar & percaya. Saya jadi teringat saat saya masih kerja kantoran (menjadi karyawan). Mungkin inilah salah satu keuntungan kalau kita pernah jadi karyawan di sebuah perusahaan. Saya belajar bagaimana atasan saya bersikap & mengambil keputusan. Sebagai seorang anak buah, saya bisa merasakan tipe pemimpin seperti apa yang paling pas. Meski ini juga subyektif sifatnya. Tapi, setidaknya saya & semua rekan di kantor cukup simpatik padanya. Sebelum saya menjadi seorang wirausaha & a working at home Mom, saya sudah 4 kali berpindah kerja (atas kemauan sendiri). Jadi, saya bisa melihat & merasakan bermacam-macam karakter & tipe atasan dalam berhubungan dengan karyawannya.

Dari semua atasan saya tersebut, saya paling suka dengan atasan saya di perusahaan terakhir. Mungkin ini pulalah yang akhirnya membawa saya untuk mengikuti gaya kepemimpinannya(Stil learning until now). Atasan saya ini adalah tipe seorang pemimpin seperti yang saya sebutkan di atas. Yaitu, seorang pemimpin yang tidak sekedar memberikan perintah, tapi juga bisa mendengar & percaya pada karyawannya. Meski ia juga punya seorang atasan lagi, tapi apabila ada masalah atau kemarahan dari atasannya, tidak pernah hal itu dilampiaskan kepada kami. Kalau toh itu berhubungan dengan kinerja kami, ia lebih senang membicarakannya secara tenang, terbuka, dan tetap mendengar pendapat kami.

Kembali ke kios & karyawan saya. Setelah ngobrol dengan "mantan" karyawan saya itu, akhirnya saya memutuskan untuk membuka kembali kios dengan evaluasi disana-sini plus diterimanya kembali ia sebagai karyawan. Alhamdulillah, saya tidak perlu lama-lama menutup kios. Lebih hebatnya lagi, karyawan saya ini mampu mencapai target-targetnya. Bahkan sering ia memberikan ide-ide & kreatifitas sendiri yang ujung-ujungnya bisa mendongkrak omzet juga. Dalam pemilihan produkpun, saat ini saya lebih mempercayakan padanya. Kalau ada hal baru yang ia sampaikan, saya lebih senang mengatakan ya...coba saja...siapa tahu itu bagus :)

Salam,

Febby Rudiana
www.Alif-Collection.com
www.Bibo-Collection.com

No comments: