Thursday, November 09, 2006

My Baby was Born

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

My Family, TDA-ers….. Trimakasih banyak… atas segala Doa & perhatian rekan-rekan semua. Syukur alhamdulillah….pada hari Jum’at, 3 November 2006, jam 16.00 WIB, saya telah melahirkan anak ke-2, seorang putra yang kami beri nama Baihaqi Ali Supriatman. Nama ini mengandung harapan kelak putra kami bisa memiliki jiwa kepemimpinan & pemberani seperti sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib & memiliki wawasan Islami. Bagi kami, sebagai seorang pengusahapun pasti akan sangat diperlukan jiwa kepemimpinan, tidak sekedar manajerial. Disamping nama itu juga diambil dari gabungan nama Eyang & Suami tercinta :)

Putra kami ini ternyata lahir dengan berat yang lebih besar dari perkiraan dokter. Saat lahir beratnya 3,64 kg & panjang 50 cm. Hmm…pantas saja proses persalinannya lebih lama ketimbang anak 1 saya (Alif) yang lahir dengan berat 2,98 kg & panjang 48 cm.

Kelahiran anak ke-2 kami ini syukur alhamdulillah melalui persalinan normal seperti yang kami inginkan. Sebulan sebelum kelahiran, kami sempat khawatir karena posisi kepala bayi yang masih sungsang, tapi syukur kemudian bisa normal kembali. Proses kelahiran (semenjak masuk RS) yang berlangsung kurang lebih 10 jam (3 jam lebih lama dari proses kelahiran anak 1 saya, Alif) akhirnya berakhir dengan tangis kebahagiaan. Sungguh suatu proses yang membuat saya benar-benar berada pada posisi yang begitu tanpa daya, hanya bisa berpasrah kepada Allah SWT, memohon kekuatan dari-Nya.

Saya hanya bisa bersyukur kepada Allah SWT & menangis di pelukan Suami tercinta. Alhamdulillah, Suami saya benar2 mendampingi selama proses persalinan di dalam ruang bersalin. Sampai ikut mengejan pula, katanya biar bisa mensugesti istrinya :) Tapi, benar juga, kalau tidak mungkin saya sudah stress & menyerah di tengah persalinan. Thanks to my beloved Husband :)

Terima kasih buat rekan-rekan semua yang sudah sms & maaf kalau belum terjawab satu persatu, terutama karna saat itu saya masih dalam kondisi pemulihan yang agak susah bergerak. Terima kasih sekali lagi & benar2 saya terharu….atas begitu banyaknya sms ucapan selamat yang masuk ke HP saya :)

Bagi rekan-rekan yang saat ini sedang mengandung… Anria… Dear, knapa aku baru tahu kalau dirimu sudah mengandung. Congratulations ya..Say….:) Tetap semangat & jaga kondisi biar tetap fit nanti. Juga buat Waru… & ditunggu juga kabar dari Pak Agus Ali’s Wife & Pak Imansyah… :)

Ok, sekian dulu……& thanks again….

Bekasi, 8 November 2006

Salam,

Febby Rudiana, Supriatman, Alif & Baihaqi :)

SAUDAGAR GENTAYANGAN

To : TDA Community

Ngomong-ngomong tentang usaha di Kampung yang dilakukan Pak Hadi, saya jadi teringat cerita Pak Djujuk (pemilik Juliana Jaya) tentang suatu kisah yang ditulis di bukunya berjudul “Saudagar Gentayangan”. He…he…nggak tau knapa, saya yang biasanya moody, kalau baca tulisan Pak Hadi jadi pengin ikutan nulis :) Smoga kisah ini bermanfaat bagi yang belum membacanya melalui buku Pak Djujuk.

Sebelum merantau ke Jakarta tahun 1966, Pak Djujuk yang masih muda punya seorang rekan bernama Agus yang memiliki profesi unik. Suatu ketika Pak Djujuk muda diajaknya mencari uang.

Si Agus membeli 2 buah radio di kota. Dengan naik motor keliling ke desa-desa sambil membawa 2 radio tsb. Di sebuah desa, Si Agus tertarik pada sebuah rumah yang terbilang megah, & bertanya pada seseorang siapa pemiliknya. Lalu, merekapun bertamu & ingin bertemu dengan pemilik rumah yang sebut saja Pak Haji. Si Agus menawarkan radio ke Pak Haji tsb. Pak Haji tertarik, tapi kebetulan Ia sedang tidak ada uang kontan yang mencukupi. (Misalnya harganya Rp 75 ribu hanya ada uang Rp 25 ribu). Tapi apa kata si Agus? “Tidak apa-apalah Pak Haji, Rp 25 ribu, sisanya kan bisa dibayar pakai padi, pakai ayam pun jadilah….” Kata-kata si Agus ini rupanya menarik bagi Pak Haji, maka ia pun memerintahkan anak buahnya untuk menangkap beberapa ekor ayam.

Pak Djujuk muda & rekannya lalu melanjutkan perjalanan. Tugas Pak Djujuk muda saat itu membawa sebuah radio yang belum laku & 6 ekor ayam. Sampai di kampung lain, si Agus membelokkan motornya ke sebuah rumah penduduk. Ia tawarkan radio, tetapi pemilik rumah tidak tertarik karena sudah punya, namun tertarik pada ayam yang mereka bawa. Enam ekor ayam itu dibelinya Rp 60 ribu. Radio yang tadi seharusnya dibeli Pak Haji Rp 75 ribu, tetapi yang Rp 50 ribu dibayar pakai 6 ekor ayam, ternyata ayam2 itu laku dijual Rp 60 ribu. Jadi boleh dibilang radio itu akhirnya laku Rp 85 ribu.

Mereka kemudian melanjutkan perjalanan lagi, kali ini tugas Pak Djujuk muda sudah ringan, sambil membonceng, memegang sebuah radio. Si Agus dengan gaya ramah bersahabat masuk pekarangan sebuah rumah yang cukup bagus, dan terlihat banyak padi. Ditawarkannya radio itu.

“Saya sebenarnya tertarik dengan radio ini, tapi saya cuma punya padi,” kata tuan rumah yang ternyata salah seorang pejabat desa.

“Boleh Pak, tukar saja dengan 2 kuintal padi,” kata Si Agus. Pak Djujuk muda mulai khawatir, jangan2 ia nanti disuruh memanggul padi sebanyak 2 kuintal itu. Ternyata tidak, Si Agus meminjam gerobak dorong, lalu membawa padi itu ke huler atau tempat penggilingan padi. Rupanya padi2 tsb langsung dijual di situ, jual cepat, harga murah. Meskipun harga murah, ternyata 2 kuintal padi laku Rp 100 ribu. Pak Djujuk muda jadi terbengong-bengong sendiri. Begitulah cara dia mencari uang. Anehnya, 2 buah radio yang seharusnya dijual dengan harga Rp 150 ribu, ternyata setelah dihitung-hitung menghasilkan Rp 185 ribu.

Agus bukan hanya menjual radio, tetapi juga barang-barang lain. Bukan pula hanya barang-barang milik dia sendiri, tetapi juga titipan punya orang yang ingin menjual barang-barangnya. Ada jam tangan, ada emas berlian, dan sebagainya.

Itulah gambaran bisnis “Saudagar Gentayangan” yang bisa dilakukan siapa saja. Modalnya adalah jujur, dapat dipercaya. Anda bisa langsung membawa barang-barang Dan lalu Anda jual di sana, di kampung misalnya, bisa juga mendata calon pembeli, mereka membutuhkan barang-barang apa saja, lalu Anda bawakan. Perlu mebel? Saya bawakan! Perlu tape recorder, mesin cuci, kulkas? Saya bawakan. Apapun barang yang mereka butuhkan bisa Anda adakan. Dagang di desa pun bisa memperoleh keuntungan yang besar. Dagangan Anda, jika dibayar dengan ayam, misalnya, terima saja. Tapi Anda harus tahu harga ayam di pasar berapa? Barangkali bukan hanya ayam, tetapi juga singkong, padi, pisang, dan sebagainya. Di desa cenderung “ tidak ada” uang.

Banyak barang dari kota yang mereka perlukan, seperti sepeda untuk anak-anak sekolah, petromax, kulkas, mesin disel penyedot air yang kecil itu, pakaian (kaos, jeans) dan banyak lagi yang niscaya Anda akan bisa segera mendeteksinya.

Anda pasti berhasil, yang penting jujur, dapat dipercaya, penampilan murah senyum, pandai bergaul tetapi jangan terbiasa banyak bicara masalah politik, ngobrolnya yang ringan-ringan saja. Pesan Pak Djujuk, jangan menjualnya dengan pembayaran secara kredit. Pokoknya kontan. Biar ditukar ayam, padi, kacang, yang penting kontan.

Menjadi “Saudagar Gentayangan” itu enak, berdagang berekreasi melihat daerah-daerah dan suasana baru, banyak kenalan, nama terkenal, rezeki lancar.

Bekasi, 2 November 2006

Diceritakan kembali oleh
Febby Rudiana
Dari buku “Kiat Sukses Mencari & Mendapatkan Banyak Uang”
Oleh : H.M. Ambaldy Djuardi (Pak Djujuk)

Ps. Dapat inspirasi dari cerita ini? :) Look around you, find someone’s need & fulfill it.
Btw, nulisnya sambil nahan mules karna nunggu hari si Baby lahir :)