Wednesday, September 15, 2010

Menembus Batas

Yup, judul di atas adalah judul sebuah buku yang baru saja saya selesaikan. Dari sekian banyak buku yang sudah saya baca beberapa bulan ini, buku ini yang pantas membuat saya menangis. He...he...asli saya menangis baca buku ini. Karena begitu berarti kisahnya, saya rela deh buat nulis resumenya di blog ini (biasanya saya paling susah kalau disuruh nulis. Beneran loh...satu tulisan aja bisa memakan waktu 1 sampai 3 jam buat saya! ) . Kisahnya mirip cerita Laskar Pelangi & Sang Pemimpi-nya Andrea Hirata. Sama-sama kisah nyata, bedanya cerita dalam buku ini masih berlangsung sampai hari ini saya menulis. Saya percaya dengan apa yang disampaikan dalam buku ini karena waktu kuliah saya pernah mengalami keadaan yang mirip seperti anak-anak Pak Budi hanya beda versi kali ya...

Buku ini berkisah tentang perjuangan seorang Bapak bernama Budi Setiadi yang tinggal di daerah Surakarta. Seorang Bapak yang tidak pernah mengalah dengan segala keterbatasan yang dimilikinya demi untuk mengantarkan anak-anaknya meraih cita-cita. Penghasilan rata-rata Bapak enam orang anak ini sebesar Rp 450.000,- per bulan. Bisa dibayangkan kan...gimana ya...kehidupan Bapak ini sehari-harinya. Ia beristrikan seorang muslimah yang taat beribadah, tapi mengalami ujian dengan sakit yang diderita cukup lama. Pak Budi bekerja sebagai penarik iuran pedagang pasar di Pasar Klewer, Surakarta.

Apa yang membuat Bapak ini menjadi sosok yang luar biasa adalah selain kemampuannya untuk bertahan hidup dengan keenam anaknya, juga kemampuannya mengantarkan mereka mengenyam bangku pendidikan formal. Bahkan anak-anaknya bersekolah di lembaga pendidikan favorit seperti UGM, ITB, dan Smart Excellentia (Insan Cendekia). Coba simak apa yang dikatakannya: "Siapa bilang orang miskin nggak bisa sekolah sampai perguruan tinggi?"

Sebuah pepatah bijak mengatakan: "Orang lemah yang optimis, lebih baik daripada orang yang mampu namun pesimis. Optimis terkadang mengubah kelemahan menjadi sebuah kekuatan."

Buku ini berisi 180 halaman & 6 Bab. Bab pertama bercerita tentang Sosok pribadi Pak Budi. Seorang Bapak yang hidupnya banyak mendapatkan ujian, namun selalu tegar karena ia berprinsip "Di balik kesulitan pasti ada kemudahan". Hmm...saya yakin Bapak ini seorang yang pandai bergaul & menuntut ilmu dengan benar (meski tidak melalui pendidikan formal). Buktinya darimana seorang tamatan SMA bisa mengetahui banyak hal bahkan bisa menerapkan pepatah-pepatah yang benar.

Bab kedua bercerita tentang anak pertama sampai keenam. Anak-anak brilian mesti hidup tanpa berlian. Bab kedua ini sungguh memperlihatkan betapa pak Budi benar-benar memiliki Visi yang jelas untuk anak-anaknya. Bahkan sampai mau menggali lebih dalam karakter, minat, dan cara belajar anak-anaknya.

Bab ketiga tentang cara mendidik anak versi Pak Budi. Bab ini benar-benar membuat saya tidah habis pikir bagaimana ia membagi waktu antara bekerja mencari nafkah, mengurus istri yang sakit yang terus terbaring di tempat tidur, sampai menemani & membimbing anak-anaknya belajar. Semuanya dilakukan dengan sabar dan terus-menerus. Benar-benar wooow....

Bab keempat bercerita tentang kemudahan-kemudahan yang didapat Pak Budi dari Allah SWT. Soo...amazing...Subhanallah...

Bab kelima tentang memanfaatkan fasilitas, antara lain INTERNET. Ya, meski miskin & hidup pas-pasan, Pak Budi nggak gaptek. Ia belajar dari anak-anaknya tentang internet & berhasil memanfaatkannya untuk mencari beragam informasi, termasuk beasiswa bagi anak-anaknya.

Bab keenam berisi sedikit ulasan dari penerbit tentang sosok Pak Budi. Allah SWT telah memberikan bekal atau potensi kecerdasan kepada anak-anak Pak Budi. Dari keenam anaknya hanya satu yaitu anak pertama yang berIQ normal (90), lima lainnya berIQ Superior. Namun demikian bukan berarti serta merta mereka bisa langsung berprestasi. Banyak proses yang harus dijalani. Pola pengasuhan yang penuh kasih sayang, motivasi yang tiada henti, dan keuletan dalam berusaha yang diberikan oleh Pak Budi dalam mendidik anak-anaknya menjadikan mereka tumbuh menjadi anak-anak yang sehat dalam hal IQ, emosi, dan spiritual. Oh ya, anak pertama yang berIQ normal itu sekarang sudah menyandang gelar sarjana teknik UGM dan sedang mempersiapkan diri untuk melanjutkan S2 di Jerman.

Pak Budi selalu meluangkan waktu yang cukup untuk anak-anaknya. Sehingga ia bisa memonitor secara langsung perkembangan anak-anaknya dan mengetahui dengan segera apa yang mereka butuhkan. Pak Budi selalu merasa bahwa anak-anak adalah yang utama. Mengenai pekerjaan, dia bisa mendapatkannya dari tempat lain. Coba simak apa yang dikatakannya: "Percuma jika membanting tulang demi kepentingan anak, tapi malah membuat pendidikan dan kasih sayang untuk mereka menjadi terabaikan."

Akhir kata buku ini menegaskan sekali lagi sebuah prinsip "BIAR MISKIN, ANAK HARUS TETAP SEKOLAH!!!"

Salam,

Febby Rudiana

Wednesday, August 04, 2010

Catatan Yusuf Mansur Network: Riyadhoh

Riyadhoh
Doa dan riyadhah2, mengalahkan metodologi dan sejuta cara:

Ada sahabat saya yang minta nama buat anaknya dan berdialog atas izin Allah. Kita
semua tentu kepengen dapat anak yang saleh salehah, tidak manja, mandiri, sehat,
senang lahir batin, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, cinta sama shalat malam, dhuha,
shalat berjamaah, dan qabliyah ba'diyah. Unggul soal dunianya, serta bagus
akhiratnya. Kita pun tidak kepengen anak kita shalat pake disuruh2, ngaji pake
dipaksa2, bahkan makan minum dan mandi kudu dikomandoin. Kepengen ketika kita sakit,
ikut membelai kepala dan rambut kita dengan tangan halusnya. Ketika sudah dewasa dan
menikah, tidak melupakan kita. Senantiasa mengirimkan doa dan kebaikan untuk kita,
sepanjang hayatnya. Subhaanallaah, kiranya tidak ada yang bisa mewujudkan segala
impian orang tua kecuali Sang Pencipta, Allah Rabbul Jalaal, Yang Memiliki Segala
Cara, Kekuasaan dan Kebesaran.

DIA lah yang telah menciptakan anak kita, dan
mengamanahkannya, menitipkannya, kepada kita. Kita tinggal meminta-Nya u/ menjadikan
kita mampu. Dan kiranya tidak ada kecukupan waktu jika harus ikut training ini
training itu, workshop ini dan itu. Dan pastinya, tidak ada juga guru yang
kompetensinya komprehensif, mencakup apa yang kita minta dan yang tidak kita minta.
Selain Allah, Sang Maha Guru. InsyaAllah, Allah yang sudah menjadikan Nabi Yahya
anak yang saleh buat Nabiyallah Zakariya, dan Nabiyallah 'Isa buat Maryam, ibunya,
akan sanggup juga memberikan dan menjadikan anak2 kita sesuai dengan doa kita.
Apalagi jika kemudian kita bisa menjadi uswatun hasanah buat anak2 kita, dan menjaga
kehalalan dan keberkahan rizki kita. Ok, ini adalah dialog saya dengan sahabat saya.
Mudah2an bermanfaat::::::::::

Namain aja Muhammad Yusuf Mansur al Haafidz. Cakep tuh nama. Shalatin dua rakaat
ketika mau memutuskan nama, dan sejak skrng, doakan anak tiada henti; spy jadi
penghafal Qur'an, 'alim yang faaqih lagi shaleh, tawadhu' namun kaya raya dunia
akhirat. Ada seorang ibu yg anaknya 3, dan 3-3 nya jadi pengafal al Qur'an sebelom
umur 12th. Salah satu rahasianya, sejak anaknya masih dikandungan, ia mendoakan
anak2nya agar menjadi penghafal al Qur'an. Dan ayah ibu ini selalu dan selalu
meluangkan waktu u/ tahajjud dan dhuha khusus u/ anak2nya. Subhaanallaah, anak2nya
tumbuh menjadi penghafal al Qur'an tanpa metode2an, dan tanpa effort ayah ibunya
yang berarti. Anak2 ini bergerak sendiri. Malah tiap2 anaknya punya keunikan. Anak
yang ketiga, kalau menghafal, masuk kamar dan mengunci kamarnya. Selalu demikian.
Sebentar kemudian keluar, dan minta dibetulkan hafalannya bila salah, langsung dari
ayah ibunya. Sehari bisa 2-3 lembar. Kadang bisa 10 lembar bila sedang tidak
sekolah. Nilai2 sekolahnya di atas 9 semua. Nilai matematika si sulung ketika lulus
SD, 9,75. Nyaris sempurna. Doa, dan riyadhah2 ayah ibunya (mujahadah/sungguh2 dan
mudawamah/konsisten, terus menerus) jauh melampaui metodologi pengasuhan dan
pendidikan anak. Ga ikut training2 ini dan itu. Hanya banyak2 berbisik dan
pendekatan ke Allah Yang Maha Kuasa.

Subhaanallaah... Saya doakan anak2 antum dan
anak2 seluruh Indonesia, kiranya kuat, sabar, dan tahan mental dalam menghadapi
situasi sekarang dan masa depan yang semakin berat; panjang2 umurnya, sehat, jauh
dari penyakit yang macem2, orang2 tuanya diberi karunia rizki yang halal, luas, lagi
barokah. Dan agar anak2 kita semua, jadi apa keq dia, basicnya adalah hafal al
Qur'an. Ya Allah, saya nangis nih sms antum. Mdh2an ini jadi doa juga buat anak2
kita dan anak2 keturunannya sampe zaman ini berakhir. Salam, Yusuf Mansur.

Monday, August 02, 2010

Alif Collection di Tabloid Info Kecantikan Edisi 24, 30 Juli - 12 Agustus 2010



Alif Collection, untuk ke dua kalinya tampil di tabloid Info Kecantikan. Alhamdulillah...kalau ada yang bermanfaat. Produk yang ditampilkan di atas baju muslim anak merk "Bibo Collection" model gamis ukuran 10 s/d 12. Tersedia Grosir maupun Eceran.

Friday, May 07, 2010

Bagaimana Cara Menghitung BEP?

Salah satu cara menilai kinerja usaha adalah dengan analisis BEP (Break Even Point), yakni mengetahui volume penjualan yang diperlukan agar bisa menutup semua biaya produksi yang dikeluarkan. Jika diperlukan, Anda juga bisa menghitung BEP yang baru ketika terjadi perubahan biaya tetap, misalnya karena Anda melakukan renovasi tempat usaha atau membeli peralatan kantor yang baru.

BEP bisa dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
* Harga per unit - Biaya variabel per unit = Margin kontribusi per unit
* Margin kontribusi per unit : Harga per unit = Rasio margin kontribusi
* Break Even = Biaya tetap : Rasio margin kontribusi

Sebagai contoh: Dari laporan keuangan Lilian's Donuts menunjukkan, biaya tetap usaha roti itu (dalam ribuan) adalah Rp 49.000, dan biaya variabel per 1 donat adalah Rp 0,3. Jika harga jual tiap donat Rp 1, maka setelah dikurangi biaya variabel, tiap donat menyumbang Rp 0,7 untuk menutup pengeluaran tetap.

BEP bisa diketahui dengan membagi biaya tetap dengan kontribusi tiap donat yang dijual itu, yakni Rp 49.000 : 0,7 = 70.000 donat.

Jika penjualan melampaui 70.000 donat, Lilian's Donuts memperoleh keuntungan. Sebaliknya jika penjualan kurang dari 70,000, Lilian's akan mengalami kerugian.

Kita juga bisa melihat bahwa peningkatan penjualan 10.000 donat di atas BEP (sehingga menjadi 80.000 donat) akan menghasilkan keuntungan Rp 7.000, dan peningkatan 30.000 donat menjadi 100.000 donat akan menghasilkan keuntungan Rp 21.000. Di lain pihak, saat penjualan hanya 60.000 donat, Lilian's masih rugi Rp 7.000, dan pada saat penjualan baru 40.000 donat, Lilian's masih rugi Rp 21.000.

Dari contoh di atas, peningkatan penjualan 25% (dari 80.000 ke 100.000 donat) akan menghasilkan peningkatan keuntungan dari Rp 7.000 ke Rp 21.000. Hal yang sama terjadi sebaliknya, penurunan sedikit saja pada penjualan juga menghasilkan kerugian yang cukup besar.

Sumber: wanitawirausaha.femina.co.id

Biaya Tetap vs. Untung-Rugi

Makin besarnya keuntungan akibat naiknya penjualan di atas BEP, dan juga makin besarnya kerugian akibat turunnya penjualan di bawah garis BEP, dalam derajat tertentu dipengaruhi oleh kontribusi biaya tetap terhadap struktur biaya usaha.

Karena itulah, jika BEP usaha sudah diketahui, Anda bisa menggunakannya untuk menilai Operating Leverage, yakni besarnya persentase biaya tetap dalam struktur biaya usaha. Makin tinggi Operating Leverage -artinya semakin besar porsi biaya tetap dibanding biaya variabel- makin terpengaruh pula keuntungan usaha jika volume penjualan mengalami naik-turun.

Sebagai contoh misalnya pertimbangan untuk memakai mesin (biaya tetap) untuk menggantikan tenaga sales (biaya variabel). Jika tenaga sales tidak diganti mesin, biaya tetap akan rendah, dan biaya variabel akan tinggi, karena komisi sales dibayar berdasar jumlah produk yang dijual. Dengan Operating Leverage yang rendah ini, bisnis akan menunjukkan pertumbuhan profit yang rendah pula meski sales meningkat. Namun juga menghadapi risiko yang lebih kecil ketika sales menurun.

Menggunakan mesin yang harganya mahal (biaya tetap) saat volume penjualan tinggi memang makin meningkatkan keuntungan usaha. Namun ketika volume penjualan mengecil, kerugian akan makin besar, karena Anda tetap mengeluarkan biaya yang sama untuk membayar cicilan, bunga, serta depresiasi. Sementara jika menggunakan tenaga sales, ketika penjualan menurun, biaya variabel pun berkurang karena jumlah komisi menurun.

Sebagai contoh, kita bandingkan antara CV. Lilian's Donuts (lihat: Bagaimana Cara Menghitung BEP?) dengan CV. Luna's Logo Bordir.

Biaya tetap CV. Luna's Logo Bordir adalah (dalam ribuan) Rp 28.000. Harga jasa per logo Rp 1, dengan komponen biaya variabelnya mencapai Rp 0,6 per logo. Jadi tiap order 1 logo memberi untung Rp 0,4. BEP Luna sama seperti Lilian, yakni Rp 28.000/0,4 = 70.000 logo.

Seperti pada Lilian, ketika order meningkat di atas 70.000, Luna memperoleh keuntungan. Namun bedanya, pada peningkatan 10.000 logo di atas BEP, Luna hanya untung Rp 4.000, dan peningkatan 30.000 hanya untung Rp 12.000. Kerugian yang sama jumlahnya terjadi jika order turun 10.000 atau 30.000 di bawah BEP.

Jika kita membandingkan Lilian dengan Luna, terlihat bahwa Lilian akan untung lebih banyak saat penjualan meningkat. Namun, karena proporsi biaya tetap yang lebih tinggi Rp 49.000 vs Rp 28.000), Lilian akan mengalami rugi lebih banyak jika terjadi penurunan penjualan.

Sebuah usaha bisa memilih apakah mau punya operating leverage yang tinggi atau rendah. Dan keputusan untuk berinvestasi pada aset tetap ini ditentukan oleh persepsi Anda terhadap situasi pasar dan juga kemampuan jual produk Anda agar bisa menutup meningkatnya biaya tetap ini.

Yang perlu dipertimbangkan, seberapa jauh ekspansi penjualan itu masih bisa dilakukan. Sebab meningkatnya volume penjualan juga bisa melemahkan harga dan memunculkan biaya-biaya tak terduga ketika tingkat produksi optimum terlampaui. Untuk usaha kecil, membatasi risiko rugi itu lebih penting daripada meningkatkan potensi profit. Dengan kata lain, usahakan agar biaya tetap selalu rendah.

Sumber: wanitawirausaha.femina.co.id