Wednesday, February 13, 2008

Teman VS Profesionalitas

Kemarin dengan terpaksa akhirnya saya membatalkan asuransi yang baru saja saya ambil. Menurut CS-nya, saya masih bisa membatalkan polis & menerima refund sebelum polis berumur 21 hari sejak diterima. Memang ada sedikit biaya yang harus saya bayarkan & hal itu memang tertera di klausul. Tidak apa pikir saya ketimbang saya harus mengalami masalah ke depannya nanti.

Bermula di bulan November 2007, saat seorang teman semasa kuliah datang kepada saya bercerita kalau ia saat itu baru saja diterima bekerja di 2 perusahaan yang berbeda. Satu di sebuah perusahaan investasi & satu lagi di sebuah perusahaan asuransi. Saya ikut senang dengan apa yang disampaikannya mengingat setahun sebelumnya ia pernah bercerita kalau usahanya terlilit hutang cukup banyak, sementara ia harus menanggung istri & 2 orang anak.

Setelah ngobrol cukup lama, ia menawarkan saya untuk berinvestasi di sebuah produk investasi yang bla...bla...bla.... Saya sampaikan padanya bahwa saya tidak tertarik dengan produk yang ia tawarkan karena menurut saya produk itu meragukan & haram. Lalu ia menawarkan produk lain, yaitu asuransi. Kebetulan saya tahu banyak tentang perusahaan asuransi yang produknya ia tawarkan. Dan saya serta suami sudah memiliki satu polisnya beberapa tahun lalu. Tapi, ia terus menawarkan agar saya mengambil lagi produk asuransi tersebut dengan jenis yang berbeda.

Karena rasa ingin menolong teman, akhirnya saya menyetujui untuk mengambil lagi satu asuransi berbasis syariah setelah 2 kali pertemuan. Karena baru pertama kali menjual produk asuransi & ia juga tidak menguasai produk yang ia jual, ia membawa serta seniornya di perusahaan asuransi tersebut. Ternyata mereka bukan dari perusahaan asuransi langsung, tapi brokernya. Si Senior meyakinkan saya bahwa justru kalau lewat broker, pelayanan terhadap pelanggan akan lebih baik. Hmmm....meski agak tidak percaya, saya masih mencoba untuk open mind karena saya menghargai teman saya tersebut. Beberapa kali saya & suami mengajukan pertanyaan, ia bisa menjawab dengan baik. Ya..wajar karena ia sudah lebih lama menjual produk asuransi itu ketimbang teman saya.

Suami sedari awal sudah melihat gaya marketing si Senior ini yang kurang pas. Tapi, saya tetap berusaha untuk memberi kesempatan dulu. Sayangnya, kesempatan yang coba saya berikan kepada teman saya ini tidak disambut secara baik. Justru, sikap & tindakan tidak profesional yang saya & suami terima baik dari si senior maupun teman saya selaku agennya.

Dimulai dari saat pengisian data by phone yang berkali-kali (seharusnya data diisi di tempat & harus dicek saat itu juga). Terlihat sekali kalau agen (teman saya) ini menyepelekan hal ini karena menganggap saya teman yang tidak mungkin protes. Kedua, menandatangani blanko kosong (padahal jelas-jelas dilarang melakukan hal ini). Ketiga, proses polis yang memakan waktu sangat lama & suami saya harus menelpon berkali-kali untuk menanyakan, padahal dana sudah diberikan. Polis sebenarnya sudah jadi, tapi tidak segera diberikan dengan alasan agen pulang kampung.

Tidak berhenti sampai di situ, setelah polis diantar (akhir Januari 2008), tidak langsung diberikan kepada saya selaku pemegang polis, tapi dititipkan kepada karyawan toko saya. Tanpa pemberitahuan kepada saya bahwa polis akan di antar & tanpa disertai surat keterangan apapun sebagai tanda terima polis. Padahal ini bicara soal POLIS, sebuah surat berharga, sebuah komitmen jangka panjang. Benar-benar mengecewakan. Saya masih bisa memaklumi kalau ia tidak tahu tapi berusaha untuk belajar & mencari tahu sehingga tidak sampai terjadi kesalahan berulang-ulang.

Setelah saya cek polis yang diserahkan karyawan saya kepada saya, ternyata polis tidak selengkap seperti polis yang biasa saya terima sebelumnya. Akhirnya, saya & suami saya menyampaikan hal ini ke perusahaan asuransi bersangkutan (bukan perusahaan broker) untuk menanyakan kejelasan masalah ini. Pihak asuransi juga terkejut dengan apa yang kami sampaikan & menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh broker maupun agen asuransi tersebut tidak sepantasnya.

Akhirnya, saya harus mengambil keputusan yang terbaik menurut saya. Kalau saya meneruskan polis ini, tentu akan merugikan saya dalam jangka panjang & teman saya itu nantinya. Mengapa? Kalau saya jelas, di awal saja sudah terlihat tanda-tanda ketidakberesan bagaimana nanti kalau mau klaim atau mau menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan polis saya. Bagi teman saya, kalau saya membiarkan hal ini, maka mungkin ia tidak mendapatkan hikmah atau pelajarannya.

Hmm....suatu akhir yang tidak mengenakkan memang. Tapi, keputusan tetap harus diambil. Saya hanya berharap ini tidak sampai merusak hubungan pertemanan.

Salam,

Febby Rudiana


No comments: