Wednesday, January 31, 2007

EVALUASI KONDISI DANA CADANGAN DAN HUTANG (Bag.2)

Oleh: Mike Rini
Dikutip dari Danareksa.com

Minggu lalu kita sudah membahas tentang pentingnya dan bagaimana mengevaluasi kondisi penghasilan dan pengeluaran kita. Namun itu belum semuanya, untuk melakukan financial check up secara menyeluruh ada 3 bagian vital lainnya yang juga harus diperiksa, yaitu Dana Cadangan, hutang dan investasi. Pada bagian II ini marilah kita membahas bagaimana mengevaluasi tersedianya dana cadangan yang cukup dan juga mengevaluasi kondisi ketergantungan dan kemampuan membayar hutang.

Dana Cadangan
Jumlah harta kekayaan seseorang seharusnya meningkat dari tahun ke tahun, bukannya malah berkurang. Namun orang seringkali menumpuk barang-barang yang disangkanya harta padahal nilainya berkurang terus. Tas, sepatu, busana, barang-barang elektronik, dan lain-lain, betapa seringnya kita menukar uang tunai, menarik dana dari simpanan kita dengan membeli barang-barang yang kita anggap sebagai harta. Bayangkan jika uang tersebut tetap sebagai uang dan simpanan tersebut tidak diambil-ambil sudah berapa banyak harta Anda yang bisa terakumulasi. Tas, baju, sepatu dan barang – barang elektronik dari berbagai butik atau merek terkenal favorit Anda memang sangat menyenangkan. Barang-barang mahal itu bisa jadi harganya langsung turun setengah begitu Anda memakainya. Begitu juga dengan mobil, harganya langsung turun jauh begitu Anda mengendarainya di jalan, padahal harga belinya luar biasa mahal.

Tetapi bisakah barang-barang tersebut membantu Anda saat Anda membutuhkan uang tunai ? Tidak satupun dari barang tersebut bisa segera dirubah kembali menjadi uang dalam hitungan menit. Handphone saja yang katanya paling mudah dijual membutuhkan waktu kurang lebih satu hari untuk mencairkannya, itupun kalau ada pembelinya. Lalu apakah kita tidak boleh bersenang-senang dengan uang kita ? Apakah kita tidak boleh mengubah uang tunai kita menjadi bentuk lain ? Bagaimana dengan produk-produk investasi atau property, bukankah membelinya merupakan suatu cara untuk mengembangkan uang ? Bayangkan jika penghasilan Anda terhenti karena tiba-tiba di PHK atau karena usaha Anda bangkrut. Darimana Anda membayar pengeluran rumah tangga selanjutnya jika tabungan Anda sudah berubah semua menjadi barang-barang komsumtif atau harta yang tidak likuid.

Intinya begini, sebaiknya jangan terlalu banyak menukar uang tunai Anda menjadi barang-barang atau bentuk harta yang lain, jika Anda sama sekali tidak atau belum mempunyai persediaan uang tunai. Hidup ini penuh dengan berbagai kejutan yang kurang menyenangkan, yang menuntut Anda untuk mempunyai persediaan dana tunai yang cukup. Dana cadangan berbentuk simpanan yang tidak membuat Anda kehilangan nilai pokoknya dan mudah di cairkan. Secara umum sebuah keluarga diharapkan bisa menjaga tingkat likuiditas tertentu dari hartanya, dengan cara mempunyai cadangan uang tunai sebesar 3 s/d 6 kali jumlah pengeluaran rutin keluarga per bulan. Semakin penghasilan keluarga tersebut tidak rutin dan tidak stabil maka jumlah dana cadangannya bisa semakin besar tergantung kebutuhan.

Untuk mengukur tingkat tersedianya dana cadangan yang likuid pada sebuah keluarga, berikut ini adalah rumusannya :

Jumlah Harta Likuid/ Pengeluaran keluarga per bulan

Contoh perhitungan :Jika jumlah harta likuid ( uang tunai, tabungan, deposito, reksa dana pasar uang ) sebesar Rp 10 juta, pengeluaran keluarga perbulan adalah Rp 3 juta maka tingkat likuiditas keluarga tersebut adalah :

10.000.000/3.000.000 = 3.33

Dengan demikian nilai 3,33 adalah bahwa jumlah harta likuid yang bisa menjadi dana cadangan tersedia sebesar 3, 33 kali pengeluaran keluarga perbulan. Artinya jika sampai penghasilan keluarga terhenti, maka masih bisa bertahan hidup selama kurang lebih 3 bulan dengan dana cadangan tersebut sebelum penghasilannya normal kembali.

Hutang
Hutang bukanlah sesuatu yang menakutkan, asalkan kita sanggup mengelolanya maka fasilitas hutang akan sangat membantu kita. Misalnya untuk membeli rumah atau mobil yang harganya mahal, mengambil kredit rumah atau kredit mobil menjadi tidak terhindarkan. Sebaliknya, beberapa hutang lain yang sebaiknya dihindari malah diambil sebab sudah menjadi bagian dari gaya hidup, misalnya kartu kredit. Apapun motivasinya jika Anda sudah mempunyai hutang, penting sekali untuk mengetahui ketergantungan terhadap hutang dan berapa besar kemampuan Anda dalam membayar cicilan hutang. Mengetahui keduanya akan memberi panduan kepada Anda mengenai tingkat keamanan yang wajar dalam memiliki hutang.

A. Mengukur Besarnya ketergantungan terhadap hutang
Jika Anda meminjam Rp 1 milyar kepada seorang teman untuk membuka usaha dengan jangka waktu 2 tahun. Apa daya setelah 1 tahun berjalan usaha tersebut bangkrut, bahkan 3 bulan sebelumnya Anda sudah tidak sanggup lagi membayar cicilannya. Untuk meneruskan cicilan sudah tidak mampu, maka jalan lain adalah berusaha untuk melunasi hutang tersebut dengan menjual harta yang ada. Masalahnya adalah apakah jumlah harta Anda cukup untuk melunasi hutang tersebut. Setiap kewajiban hutang sebaiknya selalu dicover dengan sejumlah harta yang nilainya lebih besar, sehingga jika terpaksa hutang tersebut harus dilunasi, maka Anda bisa melikuidasi aset untuk pelunasannya.

Contoh lain lagi, misalnya Anda baru saja membeli rumah seharga Rp 200 juta dengan KPR dari bank, apakah rumah tersebut milik Anda ? Tentu saja Anda bisa menyebutnya rumah Anda, tetapi belum sepenuhnya menjadi milik Anda. Karena Anda sudah membayar uang mukanya sebesar Rp 60 juta, maka bank juga mempunyai hak atas rumah tersebut sebesar Rp 140 juta dari KPR. Jadi selama kredit rumah belum lunas, maka kepemilikannya dibagi dengan bank.

Ke dua contoh diatas menggambarkan besarnya ketergantungan terhadap hutang sangat berpengaruh terhadap kemampuan melunasi saldo hutangnya secara sekaligus.. Yang penting adalah bagaimana agar secara bertahap ketergantungan Anda terhadap hutang juga semakin kecil. Dan bagaimana caranya agar kita berusaha mengurangi saldo hutang secara berthap agar sewaktu-waktu haru melunasi maka jumlah aset kita cukup untuk pelunasan. Mengukut tingkat ketergantungan terhadap hutang bisa dihitung dengan menggunakan rumusan berikut :

Total Hutang / Total Harta

Contoh perhitungan :Misalnya jumlah total hutang KPR, kredit mobil, hutang kartu kredit sebuah keluarga mencapai jumlah Rp 500 juta. Keluarga tersebut memiliki jumlah harta berupa rumah, mobil, tabungan, deposito, perhiasan dan lain-lain semuanya sebesar Rp 750 juta. Maka tingkat ketergantungan terhadap hutangnya sebagi berikut :

500.000.000/ 750.000.000 = 0.66

Dengan demikian 66% dari harta kekayaan yang dimiliki keluarga tersebut masih menjadi milik pihak lain, dengan kata lain baru sekitar 33% saja dari harta kekayaan saat ini yang bisa dikuasai. Semakin kecil nilai ketergantungan ini maka semakin besar pula kemampuannya dalam membayar saldo hutang sekaligus dan semakin aman pula kondisi keuangannya. Karena itu harus diusahakan agar nilai ketergantungan hutang dari waktu ke waktu semakin lama semakin kecil.

Perhatian ! Nilai ketergantungan terhadap hutang lebih atau semakin mendekati angka 1 atau 100% berarti jumlah kekayaan Anda tidak sanggup menutup hutang Anda, artinya Anda setiap saat bisa bangkrut.

B. Mengukur kemampuan membayar cicilan hutang
Kita juga perlu mengukur kemampuan dalam membayar cicilan hutang. Jangan sampai cicilan hutang kelewat besar sehingga menyulitkan Anda membayar pengeluaran lainnya. Sebuah keluarga diharapkan bisa menjaga cicilan hutangnya hanya sebesar maksimal 30% saja dari penghasilannya pada periode yang sama. Untuk mengukur kemampuan membayar cicilan hutang bisa dihitung dengan menggunakan rumusan sebagai berikut :

Total Cicilan Hutang per bulan / Total Penghasilan per bulan

Contoh perhitungan :Jika total cicilan hutang per bulan sebuah keluarga (cicilan rumah, cicilan mobil, cicilan kartu kredit, dll) besarnya Rp 6 juta, dan penghasilan keluarga tersebut Rp 10 juta, maka kemampuan keluarga tersebut dalam membayar cicilan hutang yang jatuh tempo adalah sebagai berikut :

6.000.000/ 10.000.000 = 0.6

Artinya 60% dari penghasil;an keluarga tersebut sudah dialokasikan untuk membayar cicilan hutang, sehingga tersisa 40% saja untuk membayar kebutuhan hidup lainnya. Jumlah cicilan hutang tersebut jauh lebih besar daripada yang disarankan yaitu sebesar 30% saja. Akibatnya bisa timbul kesulitan untuk membayar kebutuhan hidup lainnya.

Salam
Mike Rini
Perencana Keuangan

EVALUASI KONDISI PENGHASILAN DAN PENGELUARAN (Bag.1)

Tulisan ini sangat penting untuk mengevaluasi penghasilan & pengeluaran. Sebagai reminder buat saya & semoga bermanfaat bagi yang membacanya.

Salam,

Febby Rudiana
"Para Milyarder, menjadi kaya bukan karena berapa jumlah yang mereka dapatkan, tapi karena jumlah yang mampu mereka simpan dan investasikan". Secret of Self Made Millionaires-Adam Khoo

EVALUASI KONDISI PENGHASILAN DAN PENGELUARAN(Bag.1)
Oleh: Mike Rini
Dikutip dari Danareksa.com
Salah satu kenikmatan yang setiap hari kita rasakan adalah nikmat sehat, namun biasanya sampai sebelum seseorang menderita sakit urusan kesehatan tidak pernah diperhatikan. Bayangkan betapa tidak enaknya jika Anda sakit gigi. Jangankan makan, tidur saja tidak bisa, kalau sudah begitu pelawak selucu apapun tidak akan bisa menghibur. Seorang kawan, juga kelihatan kesal karena sudah ke tiga kalinya sepanjang tahun 2004 ini, pengajuan asuransi jiwanya ditolak hanya karena hasil tes kesehatannya menyimpulkan bahwa pembuluh darah jantungnya mengalami penebalan. Belakangan baru dia menyesal untuk segala junkfood, malas olahraga, apalagi ke dokter hanya untuk tes kesehatan. Seandainya secara berkala dia mengetahui kondisi jantungnya pasti masih ada kesempatan untuk memperbaikinya. Asuransi jiwa yang diidam-idamkan pasti bisa dimiliki sehingga dia tidak perlu khawatir tentang masa depan istri dan anaknya.

Masalah kesehatan memang perlu di nomor satukan, namun bukan saja harus sehat secara fisik, mental tapi kita juga harus sehat secara finansial. Tubuh sehat penampilan oke tapi hutangnya macet dimana-mana akan berpengaruh terhadap kesehatan jiwa juga kan? Tidak enak makan, tidak enak tidur, resah memikirkan biaya sekolah anak atau bingung karena gaji selalu habis itu adalah gejala –gejala dari kondisi keuangan keluarga yang kurang sehat. Masalahnya orang seringkali tidak tahu apakah secara finansial dia sudah sehat atau malah sakit. Apakah dari waktu ke waktu kondisi keuangannya mengalami kemajuan atau kemunduran. Seperti kata pepatah “ Lebih baik mencegah daripada mengobati “, maka mengetahui kondisi keuangan keluarga Anda secara berkala akan memberikan arahan kepada Anda bagaimana menghindarkan diri dari penyakit-penyakit keuangan.

Jika untuk mengetahui kondisi kesehatan tubuh kita, maka dari waktu ke waktu kita melakukan pemeriksan kesehatan ( general check up ). Demikian juga kita sebaiknya melakukan pemeriksaan rutin terhadap kondisi keuangan kita atau dilakukan financial check up secara rutin minimal setahun sekali. Secara umum pemeriksaan kondisi keuangan dilakukan dengan menghitung perbandingan-perbandingan tertentu antara harta dengan hutang, antara pemasukan dengan pengeluaran, dan lain-lain. Selanjutnya hasil perhitungan tersebut dibandingkan dengan ukuran standar kesehatan keuangan keluarga. Apakah hasil penilaiannya dibawah atau diatas standar tentunya akan menjadi dasar kesimpulan kondisi kesehatan keuangan keluarga nya.

Apa saja yang sebaiknya diperiksa?

Pada general check up atau test kesehatan maka darah, jantung, paru-paru, mata, dan bagian tubuh vital lainnya akan diperiksa kondisinya. Jika hasilnya sama atau diatas standar ukuran kesehatan kesimpulannya tubuh kita cukup sehat. Pada financial check up, ada 5 bagian dari keuangan keluarga yang wajib diperiksa, yaitu penghasilan, pembelanjaan, harta, hutang dan investasi.

Berikut ini adalah berbagai alat, cara, atau standar pengukuran yang bisa Anda pakai untuk mengetahui tingkat kesehatan keuangan keluarga Anda :

1. Penghasilan
Sejalan dengan siklus kehidupan maka pada usia aktif pengeluaran seseorang atau sebuah keluarga akan bertambah terus. Bahkan ketika memasuki masa pensiun pun pengeluaran seseorang akan berjalan terus. Intinya selama kita hidup kita harus mempunyai penghasilan, dan bukan cuma itu saja penghasilan kita juga harus naik dari tahun ke tahun jika kita tetap ingin menikmati gaya hidup seperti sebelumnya atau lebih tinggi dari sebelumnya. Penghasilan yang jumlahnya sama tidak akan bisa mengejar inflasi, sehingga jika penghasilan kita tidak mengalami kenaikan akibatnya Anda harus menurunkan standar hidup Anda. Yang lebih berbahaya jika penghasilan tersebut berkurang atau bahkan terhenti karena sesuatu hal. Bisa jadi hidup Anda dan keluarga bisa lebih menderita dibandingkan sebelumnya. Penghasilan tidak harus didapatkan dari gaji, sebab jika Anda mempunyai usaha maka penghasilan usaha tersebut bisa menghidupi Anda bukan? Penghasilan juga bisa didapat dengan cara berinvestasi dimana dari hasil investasinya bisa memberikan keuntungan yang menjadi pemasukan buat Anda. Jadi tinggal usaha dan kreatifitas yang memungkinkan Anda mendapatkan penghasilan dari banyak sumber, dan tetap mempunyai penghasilan walaupun sudah pensiun.

Untuk menilai apakah penghasilan kita bertumbuh atau tidak, maka dibutuhkan pengukuran tingkat pertumbuhan penghasilan. Tujuannya adalah untuk menilai apakah faktanya penghasilan kita bertumbuh atau menurun dibandingkan laju inflasi. Pertumbuhan penghasilan minimal harus sama dengan inflasi agar Anda tetap dapat mempertahankan standar hidup Anda.
Tingkat pertumbuhan penghasilan bisa dihitung dengan rumusan sebagai berikut :

{(Penghasilan tahun ini - Penghasilan tahun lalu)/ Penghasilan tahun lalu} X Laju inflasi

Contoh perhitungan :
Misalnya pendapatan tahun ini Rp 100 juta, sedangkan pendapatan tahun lalu Rp 98 juta, dengan laju inflasi saat ini 7%, maka tingkat pertumbuhan sesungguhnya =

{(100.000.000 - 98.000.000)/ 98.000.000} X 7% = 0.0014

Jadi pertumbuhan penghasilan dalam waktu satu tahun adalah 0,14% diatas laju inflasi. Apakah Anda sudah cukup puas dengan tingkat pertumbuhan sebesar itu? Yang pasti semakin besar nilainya maka semakin tinggi pula pertumbuhan penghasilan Anda.

Perhatian ! Jika tingkat pertumbuhan nilainya dibawah nol, maka sesungguhnya terjadi penurunan penghasilan walaupun dalam angka nominal meningkat, tetapi pertumbuhannya kurang dari laju inflasi.

2. Pengeluaran
Kalau penghasilan mudah sekali berkurang namun susah sekali bertambah, hal ini disebabkan karena lebih banyak faktor luar yang mempengaruhi jumlah penghasilan. Sebaliknya yang terjadi dengan pengeluaran, cara Anda mengeluarkan uang sebenarnya sangat fleksibel, Anda bisa membuat pengeluaran Anda berkurang atau bertambah keputusannya ada ditangan Anda. Bahkan tidak seorangpun yang berhak melarang Anda untuk mempunyai pengeluaran yang lebih besar daripada penghasilan. Tetapi satu-satunya pihak yang akan menderita jika pengeluaran lebih besar dari penghasilan adalah Anda dan keluarga. Sebuah keluarga sebaiknya berusaha agar tidak menghabiskan seluruh penghasilannya, maksimal sebesar 90% saja yang digunakan untuk pengeluaran. Pengeluaran yang dimaksud disini sudah termasuk cicilan hutang, premi asuransi, dan belanja keperluan rumah tangga. Sehingga masih ada sisa minimal 10% yang bisa disisihkan untuk tabungan dan investasi. Semakin kecil jumlah pengeluaran maka semakin besar kesempatan Anda untuk menabung. Apalagi jika Anda tidak mempunyai kewajiban cicilan hutang, seharusnya pengeluaran Anda makin kecil, dan lebih banyak sisa penghasilan yang digunakan untuk ditabung.

Tingkat pengeluaran keluarga yang wajar bisa dihitung dengan rumusan :

(Jumlah pengeluaran periode tertentu)/ (Jumlah penghasilan periode tertentu)

Contoh perhitungan :
Misalkan jumlah pengeluaran tahun ini Rp 37 juta, kemudian jumlah penghasilan tahun ini Rp 36 juta, maka perhitungan tingkat pengeluarannya sebagai berikut :

(37.000.000/ 36.000.000) = 1.028

Jika batasan tingkat pengeluarannya pengeluaran sebuah keluarga maksimal 90% dari penghasilannya, maka nilai sebesar 102,8%, artinya keluarga tersebut memiliki pengeluaran tahun ini lebih besar daripada penghasilan. Akibatnya, sudah pasti terjadi defisit, mungkin kekurangannya diambil dengan mencairkan tabungan atau harta tunai yang lain.

Perhatian ! Berusahalah agar pengeluaran Anda dari waktu ke waktu selalu lebih kecil dari penghasilan agar tidak defisit. Semakin kecil nilai tingkat pengeluaran semakin bagus. Namun pada kondisi dimana sebuah keluarga dengan penghasilan yang kecil namun jumlah tanggungannya terlalu banyak, maka menekan pengeluaran sekecil mungkin bisa menjadi tidak realistis. Kebutuhan pokok hidup seperti belanja sembako bisa terpangkas banyak, hal ini bisa mengorbankan kesehatan fisik keluarga. Pertimbangkanlah untuk melakukan usaha-usaha mendapatkan penghasilan tambahan agar penghasilan keluarga juga meningkat. Sebaliknya jika Anda mempunyai gaya hidup diluar kemampuan Anda maka, maka jangan heran jika tingkat pengeluaran Anda bertambah besar dan kondisi keuangan lebih sering defisit daripada surplus.

( … Bersambung)

Salam

Mike Rini
Perencana Keuangan

Friday, January 26, 2007

Usaha Sprei Alif Collection di Tabloid INFO KECANTIKAN

Usaha Sprei Alif Collection muncul di rubrik my business Tabloid Info Kecantikan edisi 10/tahun I/22 Januari-04 Februari 2007. Flash back tentang usaha sprei ini, merupakan usaha 1 saya semenjak menikah & pindah ke Jakarta. Usaha ini sebenarnya sudah saya rintis sejak sekitar bulan November 2003 dengan cara menawarkan sprei ke tetangga, teman, & saudara. Suatu hari saya & suami melintasi Jl. Raya Bekasi & tertarik dengan trade center yang saat itu sedang dibangun. Singkatnya, pada pertengahan 2004 kami akhirnya membeli 1 unit kios di lantai 1 blok A no.128 PTC untuk digunakan sebagai kios sprei kami.
Namun sayang, dengan membuka kios saat itu bukannya malah menuai profit, tapi justru pemasukan tidak bisa menutupi operasional kios. Banyak pelajaran yang saya dapatkan dari kios 1 ini. Saya jadi lebih tahu bagaimana berdagang di sebuah trade center & bagaimana memilih lokasi yang bagus atau strategis. Dengan kegagalan kios 1 ini, justru memacu saya untuk membuka kios lainnya di tempat yang lebih strategis dengan konsep yang berbeda. Sampai tulisan ini dibuat, saya masih membuka 2 buah kios, yaitu kios ke-2 & kios ke-3. Kios ke-2 ini yang terletak dilantai 1 blok A No.99 saya pergunakan untuk usaha Celullar (Handphone) bernama Alif Cellular. Sedangkan kios ke-3 terletak di lantai dasar no.71 yang saya pergunakan untuk usaha fashion Alif Collection.
Kembali ke usaha sprei. Semenjak kios sprei saya tutup, bukan berarti usaha ini mandek. Saya mencoba alternatif-alternatif lain memasarkannya. Salah satunya melalui media internet. dari sinilah usaha grosir sprei, selimut, dan handuk saya berkembang. Bahkan, kami pernah mensuply permintaan selimut sebanyak 10.000 pcs ke salah satu customer kami. Sampai saat ini alhamdulillah permintaan sprei, selimut, handuk juga masih terus berdatangan.
Komunitas Tangan di Atas (TDA) juga telah banyak memberi inspirasi & semangat buat saya untuk tetap terus berusaha. Salah satu yang saya syukuri sejak menjadi full TDA (tidak kerja kantoran lagi), yaitu saya bisa lebih santai saat hamil anak ke-2 saya. Alhamdulillah anak ke-2 ini lahir dengan selamat & sehat. Berbeda saat saya hamil anak 1 (Alif). Saat itu saya masih kerja di suatu lembaga pemerintah di Jakarta Pusat. Lima hari dalam seminggu saya harus berada di jalan & melewati kemacetan Jakarta selama kurang lebih 5 jam setiap harinya untuk pergi dan pulang kantor :( It's not worth it. You know what...ketika si Alif lahir betapa kagetnya saya ketika Dokter mengatakan bahwa Alif harus masuk ruang perawatan instensif karena sesak napas.
10 hari Alif berada di RS & selama itu pula saya harus bolak balik RS untuk menengok & mengirim ASI untuknya. Karna setelah dilihat perkembangannya Alif bisa cepat sembuh dengan dukungan ASI yang bagus. Alhamdulillah....akhirnya Alif boleh pulang setelah kondisi pernapasannya stabil. Dokter mengatakan sesak napas Alif akibat ketuban hijau saat saya mengandung & melahirkan Alif. Tapi, saat itu Dokter belum bisa memastikan apa sebab sampai air ketuban saya berwarna hijau. Biasanya, ada 2 sebab air ketuban sampai berwarna hijau, yaitu pertama, karena lewat bulan (waktu kelahiran yang sudah lewat dari batas seharusnya), kedua, kalau tidak salah karena kelainan tertentu (saya lupa). Tapi, kedua kondisi itu tidak saya alami & itulah yang membuat Dokter maupun saya bingung apa sebabnya ya....
Setelah beberapa lama & konsultasi kesana kemari, akhirnya saya tahu apa sebabnya.... yaitu karena saya terlalu capek saat hamil anak 1 (Alif) ini. Kondisi lelah ini membuat saya mudah stress demikian juga bayi yang sedang saya kandung. Kondisi bayi yang stress membuatnya berak yang mengandung suatu zat tertentu (saya lupa namanya). Zat inilah yang mengotori air ketuban & menyebabkannya berwarna hijau. Ketuban hijau ini membuat bayi mudah sesak napas saat dilahirkan.
Hmmm.....kalau direnungkan semua jadi ada hikmahnya. Kalau tidak ada kejadian itu, mungkin sampai saat ini saya masih terus ngotot untuk kerja kantoran & jadinya kurang punya cukup waktu untuk mengontrol kondisi keluarga maupun usaha.
Salam,
Febby Rudiana
Btw, trims Pak Iim ucapan selamatnya..... :)
****************************************
Kemarin saya dikasih tau oleh istri saya bahwa di tabloid Info Kecantikan ada liputan bisnisnya Ibu Febby. Lalu saya langsung liat.
Wah hebat nih...makin banyak srikandi TDA yang bermunculan di media, setelah sebelumnya ada Mbak Yulia (Republika, TransTV, Trans7), Mbak Nadia (ini medianya banyak bgt) dan Mbak Roes (DUIT!).
Dan thanks buat Mbak Febby yang di tabloid tersebut menyebut nama komunitas TDA ini dan juga selamat atas bisnis2nya bu Febby.
Salam,
Iim

Wednesday, January 24, 2007

Kenalilah Pasar Anda

By : Febby Rudiana
Selasa, 23 Januari 2007

Hari Jumat kemarin (19 Januari 2007), saya iseng nonton Metro TV yang ternyata acara Going Country. Seperti biasa acara ini dipandu oleh Tantowi Yahya (salah satu favorit MC saya). Cuma, ada format yang berbeda dari acara Going Country saat itu, yaitu ada semacam talkshow yang menampilkan Mr. Wurwick (kalau gak salah nama & spelling… :), maaf nih mister, he..he..) dan Vina Panduwinata.

Singkatnya saya sebut Mr.W aja biar gampang :) Mr.W ini salah seorang bule yang akhirnya jatuh cinta dengan Indonesia. Ia sangat tertarik dengan produk-produk buatan Indonesia. Sayangnya, kata Mr.W, knapa seringkali produk Indonesia dibuat dengan label bukan made in Indonesia. Seolah ada rasa tidak bangga dengan mencantumkan label “Made in Indonesia”.

Singkat cerita, Mr.W ini selama di Indonesia akhirnya banyak mendidik para pengrajin untuk membuat design-design kerajinan yang diminati pasar internasional. Banyak sekali barang-barang kerajinan itu yang berasal dari bahan-bahan sisa yang akhirnya menjadi barang kerajinan interior yang sangat menakjubkan. Mr.W juga tak lupa mencantumkan label Made in Indonesia. Produk-produk ini sudah mulai diminati pasar internasional, bahkan sudah mulai supply untuk Mark & Spencer. Menurut Mr.W kalau sebelum dibina kualitas produk masih belum stabil (sekitar 30-40% barang ditolak), setelah ada pembinaan semakin sedikit barang yang ditolak.

Sistem yang diterapkan oleh Mr.W, ia membina para pengrajin itu untuk membuat design-design yang diminati pasar internasional & menjaga standard kualitas produk. Kemudian ia membeli produk tersebut dari pengarajin, lalu menjualnya ke luar negeri. Mr. W ini di akhir ceritanya menyatakan bahwa ia akan segera pindah kewarganegaraan menjadi WNI.

Yang menarik menurut saya, yaitu apa yang disampaikan oleh Tantowi di akhir acara tentang Mr.W, yaitu bahwa selama ini misi-misi kebudayaan kita di luar negeri sering gagal karena kita lebih menampilkan produk-produk kita secara apa adanya. Tidak memperhatikan apa yang diminati oleh masyarakat luar. Tidak menggunakan kacamata pihak luar, seperti Mr.W ini. Tantowi said, chinnese food in Europe doesn’t taste like chinnese food in China, etc.

Hmmm….betul, Mc Donald Indonesia juga beda dengan yang ada di negara asalnya. Juga produk-produk franchise dari luar yang sukses di Indonesia banyak yang menyesuaikan menunya dengan lidah orang Indonesia. Saya juga pernah baca tentang Kebab Turki Baba Rafi-nya Mas Hendy yang sukses setelah rasanya disesuaikan dengan taste Indonesia, bukan taste asli Timur Tengah. Benar ya Mas Hendy? :)

Dari sini saya melihat ada pelajaran untuk mengenali pasar yang akan kita masuki produk kita kalau kita ingin produk kita diterima di pasar tersebut. Saya jadi ingat pelajaran Anne Ahira yang sering kali juga menjadi banyak pertanyaan bagi yang ingin memulai usaha online maupun offline. Yaitu, bagaimana menentukan usaha yang akan dimulai & produk yang akan dipilih?

  1. Mulailah dari Hobby. Ya…mulailah dari apa yang paling disukai. Knapa, karena dalam usaha pasti ada hambatannya. Tapi, kalau dikerjakan atas dasar suka, maka hambatan itu akan menjadi suatu tantangan yang menyenangkan. Tidak ada kata bosan dalam melakukannya. Ini juga mungkin yang disebut sebagai passion dalam bisnis.
  2. Lakukan riset. Ya…riset ini penting untuk mengetahui pasar dari produk yang akan kita jual. Percuma dong…kalau produk kita bagus atau jasa yang kita tawarkan menarik menurut kita, tapi ternyata nggak ada pasarnya. Siapa yang mau beli? :) Riset ini juga untuk menentukan siapa saja kompetitor kita & sanggupkah kita bersaing dengan mereka. Atau keunikan apa dari produk atau jasa kita yang bisa ditonjolkan sebagai nilai jual.
  3. Sebisa mungkin mendapatkan Niche Market. Apa sih niche market ini? Suatu kondisi dimana kebutuhan akan suatu barang besar, tapi penyedianya belum ada atau masih sedikit.
  4. Action, Action, Action….!!! Ini sih TDA :)
  5. Promosi…promosi…promosi…!!! Kalau gak pernah promosi, darimana orang tau produk kita atau jangan-jangan nanti orang mengira usaha kita sudah bangkrut..weleh….

Wah…tulisannya dah sedikit melenceng nih…:) Tapi, intinya sih…mengenali pasar ini menjadi suatu bagian yang sangat penting dalam usaha. Jangan sampai dah buang banyak modal, tapi ternyata gak ada yang laku. Saya juga kadang suka debatable dengan suami tentang hal ini. Suami saya bilang, kalau buat atau jual produk jangan maunya yang selera sendiri, siapa tahu produk yang bukan selera kita malah justru disukai customer. He..he…he…

Salam,

Febby Rudiana
Ps. Hope someday my Products & I will go abroad :)