Dikutip dari Danareksa.com
Minggu lalu kita sudah membahas tentang pentingnya dan bagaimana mengevaluasi kondisi penghasilan dan pengeluaran kita. Namun itu belum semuanya, untuk melakukan financial check up secara menyeluruh ada 3 bagian vital lainnya yang juga harus diperiksa, yaitu Dana Cadangan, hutang dan investasi. Pada bagian II ini marilah kita membahas bagaimana mengevaluasi tersedianya dana cadangan yang cukup dan juga mengevaluasi kondisi ketergantungan dan kemampuan membayar hutang.
Dana Cadangan
Jumlah harta kekayaan seseorang seharusnya meningkat dari tahun ke tahun, bukannya malah berkurang. Namun orang seringkali menumpuk barang-barang yang disangkanya harta padahal nilainya berkurang terus. Tas, sepatu, busana, barang-barang elektronik, dan lain-lain, betapa seringnya kita menukar uang tunai, menarik dana dari simpanan kita dengan membeli barang-barang yang kita anggap sebagai harta. Bayangkan jika uang tersebut tetap sebagai uang dan simpanan tersebut tidak diambil-ambil sudah berapa banyak harta Anda yang bisa terakumulasi. Tas, baju, sepatu dan barang – barang elektronik dari berbagai butik atau merek terkenal favorit Anda memang sangat menyenangkan. Barang-barang mahal itu bisa jadi harganya langsung turun setengah begitu Anda memakainya. Begitu juga dengan mobil, harganya langsung turun jauh begitu Anda mengendarainya di jalan, padahal harga belinya luar biasa mahal.
Tetapi bisakah barang-barang tersebut membantu Anda saat Anda membutuhkan uang tunai ? Tidak satupun dari barang tersebut bisa segera dirubah kembali menjadi uang dalam hitungan menit. Handphone saja yang katanya paling mudah dijual membutuhkan waktu kurang lebih satu hari untuk mencairkannya, itupun kalau ada pembelinya. Lalu apakah kita tidak boleh bersenang-senang dengan uang kita ? Apakah kita tidak boleh mengubah uang tunai kita menjadi bentuk lain ? Bagaimana dengan produk-produk investasi atau property, bukankah membelinya merupakan suatu cara untuk mengembangkan uang ? Bayangkan jika penghasilan Anda terhenti karena tiba-tiba di PHK atau karena usaha Anda bangkrut. Darimana Anda membayar pengeluran rumah tangga selanjutnya jika tabungan Anda sudah berubah semua menjadi barang-barang komsumtif atau harta yang tidak likuid.
Intinya begini, sebaiknya jangan terlalu banyak menukar uang tunai Anda menjadi barang-barang atau bentuk harta yang lain, jika Anda sama sekali tidak atau belum mempunyai persediaan uang tunai. Hidup ini penuh dengan berbagai kejutan yang kurang menyenangkan, yang menuntut Anda untuk mempunyai persediaan dana tunai yang cukup. Dana cadangan berbentuk simpanan yang tidak membuat Anda kehilangan nilai pokoknya dan mudah di cairkan. Secara umum sebuah keluarga diharapkan bisa menjaga tingkat likuiditas tertentu dari hartanya, dengan cara mempunyai cadangan uang tunai sebesar 3 s/d 6 kali jumlah pengeluaran rutin keluarga per bulan. Semakin penghasilan keluarga tersebut tidak rutin dan tidak stabil maka jumlah dana cadangannya bisa semakin besar tergantung kebutuhan.
Untuk mengukur tingkat tersedianya dana cadangan yang likuid pada sebuah keluarga, berikut ini adalah rumusannya :
Jumlah Harta Likuid/ Pengeluaran keluarga per bulan
Contoh perhitungan :Jika jumlah harta likuid ( uang tunai, tabungan, deposito, reksa dana pasar uang ) sebesar Rp 10 juta, pengeluaran keluarga perbulan adalah Rp 3 juta maka tingkat likuiditas keluarga tersebut adalah :
10.000.000/3.000.000 = 3.33
Dengan demikian nilai 3,33 adalah bahwa jumlah harta likuid yang bisa menjadi dana cadangan tersedia sebesar 3, 33 kali pengeluaran keluarga perbulan. Artinya jika sampai penghasilan keluarga terhenti, maka masih bisa bertahan hidup selama kurang lebih 3 bulan dengan dana cadangan tersebut sebelum penghasilannya normal kembali.
Hutang
Hutang bukanlah sesuatu yang menakutkan, asalkan kita sanggup mengelolanya maka fasilitas hutang akan sangat membantu kita. Misalnya untuk membeli rumah atau mobil yang harganya mahal, mengambil kredit rumah atau kredit mobil menjadi tidak terhindarkan. Sebaliknya, beberapa hutang lain yang sebaiknya dihindari malah diambil sebab sudah menjadi bagian dari gaya hidup, misalnya kartu kredit. Apapun motivasinya jika Anda sudah mempunyai hutang, penting sekali untuk mengetahui ketergantungan terhadap hutang dan berapa besar kemampuan Anda dalam membayar cicilan hutang. Mengetahui keduanya akan memberi panduan kepada Anda mengenai tingkat keamanan yang wajar dalam memiliki hutang.
A. Mengukur Besarnya ketergantungan terhadap hutang
Jika Anda meminjam Rp 1 milyar kepada seorang teman untuk membuka usaha dengan jangka waktu 2 tahun. Apa daya setelah 1 tahun berjalan usaha tersebut bangkrut, bahkan 3 bulan sebelumnya Anda sudah tidak sanggup lagi membayar cicilannya. Untuk meneruskan cicilan sudah tidak mampu, maka jalan lain adalah berusaha untuk melunasi hutang tersebut dengan menjual harta yang ada. Masalahnya adalah apakah jumlah harta Anda cukup untuk melunasi hutang tersebut. Setiap kewajiban hutang sebaiknya selalu dicover dengan sejumlah harta yang nilainya lebih besar, sehingga jika terpaksa hutang tersebut harus dilunasi, maka Anda bisa melikuidasi aset untuk pelunasannya.
Contoh lain lagi, misalnya Anda baru saja membeli rumah seharga Rp 200 juta dengan KPR dari bank, apakah rumah tersebut milik Anda ? Tentu saja Anda bisa menyebutnya rumah Anda, tetapi belum sepenuhnya menjadi milik Anda. Karena Anda sudah membayar uang mukanya sebesar Rp 60 juta, maka bank juga mempunyai hak atas rumah tersebut sebesar Rp 140 juta dari KPR. Jadi selama kredit rumah belum lunas, maka kepemilikannya dibagi dengan bank.
Ke dua contoh diatas menggambarkan besarnya ketergantungan terhadap hutang sangat berpengaruh terhadap kemampuan melunasi saldo hutangnya secara sekaligus.. Yang penting adalah bagaimana agar secara bertahap ketergantungan Anda terhadap hutang juga semakin kecil. Dan bagaimana caranya agar kita berusaha mengurangi saldo hutang secara berthap agar sewaktu-waktu haru melunasi maka jumlah aset kita cukup untuk pelunasan. Mengukut tingkat ketergantungan terhadap hutang bisa dihitung dengan menggunakan rumusan berikut :
Total Hutang / Total Harta
Contoh perhitungan :Misalnya jumlah total hutang KPR, kredit mobil, hutang kartu kredit sebuah keluarga mencapai jumlah Rp 500 juta. Keluarga tersebut memiliki jumlah harta berupa rumah, mobil, tabungan, deposito, perhiasan dan lain-lain semuanya sebesar Rp 750 juta. Maka tingkat ketergantungan terhadap hutangnya sebagi berikut :
500.000.000/ 750.000.000 = 0.66
Dengan demikian 66% dari harta kekayaan yang dimiliki keluarga tersebut masih menjadi milik pihak lain, dengan kata lain baru sekitar 33% saja dari harta kekayaan saat ini yang bisa dikuasai. Semakin kecil nilai ketergantungan ini maka semakin besar pula kemampuannya dalam membayar saldo hutang sekaligus dan semakin aman pula kondisi keuangannya. Karena itu harus diusahakan agar nilai ketergantungan hutang dari waktu ke waktu semakin lama semakin kecil.
Perhatian ! Nilai ketergantungan terhadap hutang lebih atau semakin mendekati angka 1 atau 100% berarti jumlah kekayaan Anda tidak sanggup menutup hutang Anda, artinya Anda setiap saat bisa bangkrut.
B. Mengukur kemampuan membayar cicilan hutang
Kita juga perlu mengukur kemampuan dalam membayar cicilan hutang. Jangan sampai cicilan hutang kelewat besar sehingga menyulitkan Anda membayar pengeluaran lainnya. Sebuah keluarga diharapkan bisa menjaga cicilan hutangnya hanya sebesar maksimal 30% saja dari penghasilannya pada periode yang sama. Untuk mengukur kemampuan membayar cicilan hutang bisa dihitung dengan menggunakan rumusan sebagai berikut :
Total Cicilan Hutang per bulan / Total Penghasilan per bulan
Contoh perhitungan :Jika total cicilan hutang per bulan sebuah keluarga (cicilan rumah, cicilan mobil, cicilan kartu kredit, dll) besarnya Rp 6 juta, dan penghasilan keluarga tersebut Rp 10 juta, maka kemampuan keluarga tersebut dalam membayar cicilan hutang yang jatuh tempo adalah sebagai berikut :
6.000.000/ 10.000.000 = 0.6
Artinya 60% dari penghasil;an keluarga tersebut sudah dialokasikan untuk membayar cicilan hutang, sehingga tersisa 40% saja untuk membayar kebutuhan hidup lainnya. Jumlah cicilan hutang tersebut jauh lebih besar daripada yang disarankan yaitu sebesar 30% saja. Akibatnya bisa timbul kesulitan untuk membayar kebutuhan hidup lainnya.
Salam
Mike Rini
Perencana Keuangan
No comments:
Post a Comment