Wednesday, March 25, 2009

Keputusan Komunal

Tanggal 19 Maret lalu, saya bersama Ibu-Ibu teman sekolah Alif mengantar anak-anak kami (TK A & TK B) ikut lomba PORSENI tingkat TK wilayah Bekasi yang kebetulan diadakan di Ancol. Ada beberapa lomba yang kami ikuti. Lomba menari, drumband, bola keranjang, dan lari estafet. Kebetulan Alif mendapat jatah lomba lari estafet. Alhamdulillah, semua lomba memberikan hasil kemenangan mulai dari Harapan 1 sampai Harapan 3. Regu Alif mendapat Harapan 2. Meski, sebenarnya yang lebih penting bukan kemenangan itu, melainkan kemauan & keberanian mereka untuk tampil. Saya pribadi sudah merasakan sendiri betapa capeknya hari itu, tapi tidak di mata anak-anak :)

Ada satu hal menarik bagi saya di luar konteks acara di atas, yang membuat saya tergerak untuk menulis di blog ini. Ceritanya...di Ancol sudah pasti banyak mainan & para pedagang keliling yang menjual aneka mainan anak-anak. Nah...namanya juga anak-anak, kalau ditawarin mainan pasti deh merengek minta dibelikan. Singkat cerita, sewaktu selesai lomba dan kami semua berkumpul kembali ke Bis, ada seorang pedagang mainan masuk ke dalam bis dan menjajakan dagangannya berupa boneka bebek. Ia memeragakan mainannya yang memang cukup unik kepada kami semua. Tentu saja, anak-anak khususnya yang perempuan tertarik. Bisa ditebak dari sedikit yang beli akhirnya hampir semua anak perempuan di bis kami membelinya. Kecuali....Alif.

Sebenarnya Alif sudah merengek-rengek terus minta dibelikan. Dan...kalau saya tidak mau ambil pusing mendengar rengekan dan tangisannya, mungkin sayapun sudah membelinya. Toh harganya cuma lima ribu rupiah. Tapi, saya tetap tidak membelikannya, meski saya harus menjelaskan kepada Alif cukup lama. Plus ditambah teman-teman Alif yang memamerkan boneka-boneka itu di depan Alif yang semakin membuat Alif cemburu.

Kenapa saya bersikap seperti itu? Ya...karena keputusan untuk membeli boneka itu sebenarnya bukan keputusan Alif sendiri. Saya menyebutnya "keputusan komunal" alias ikut-ikutan karena dorongan lingkungan. Bagi saya, Alif harus belajar dari kecil untuk mengambil keputusan sendiri, meski berbeda dari lingkungannya, asal itu baik. Memang tidak enak rasanya. Terasa aneh sendiri. Setelah lepas dari teman-temannya cukup lama (kami diberi waktu bebas setelah acara lomba selesai), saya baru membebaskan Alif memilih sendiri mainan yang disukai & dibutuhkannya. Ternyata, memang mainan yang dipilihnya berbeda :)

Keputusan komunal ini cukup berbahaya sebenarnya kalau sejak kecil anak tidak dibiasakan untuk tidak selalu mengikuti apapun yang dilakukan teman-temannya. Seringkali anak merasa tidak nyaman untuk menjadi "berbeda" dari teman-temannya. Bisa jadi, ketika ia menginjak remaja, ketika teman-temannya membeli barang-barang mewah A, B, C, D, maka iapun akan berkeinginan yang sama sekedar agar bisa diterima dalam kelompok teman-temannya itu.

Juga ketika dewasa, mungkin ketika melihat tetangganya banyak yang beli TV datar layar lebar atau mobil xxx, iapun akan berkeinginan bahkan bisa jadi sampai memaksakan diri untuk membelinya. Ketika teman-temannya membuka usaha AAA yang katanya menjanjikan, iapun akan melakukan tanpa mengkajinya terlebih dahulu dengan diri sendiri. Apakah saya memang suka & butuh usaha ini atau tidak?!

Hikmahnya bagi saya & Alif adalah... It's okey to be different!! Nggak masalah untuk berbeda. Yang penting bertanggung jawab dengan semua keputusan yang sudah diambil oleh diri sendiri, bukan keputusan komunal.

Salam,

Febby Rudiana








No comments: